LAPORAN BIOKIMIA (PROTEIN)
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN II
PROTEIN DAN ASAM AMINO
OLEH:
NAMA :
ILHAM PRATAMA
STAMBUK :
A1C4 13 015
KELOMPOK :
IV A
ASISTEN :
RESKIANI EMBATAU
LABORATORIUM
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Protein
adalah suatu senyawa organik yang berbobot molekul tinggi berkisar antara
beberapa ribu sampai jutaan. Protein ini tersusun dari atom C, H, O dan N serta
unsur lainnya seperti P dan S yang membentuk unit-unit asam amino, dan unsu-
unsur ini tidak dimiliki oleh lemak atau atau karbohidrat.
Urutan susunan asam amino dalam protein maupun hubungan antara asam amino yang
satu dengan asam amino yang lain, menentukan sifat biologis suatu protein. Di
alam, ditemukan 20-21 macam asam amino yang membangun protein. Sebagai
zat pembangun, protein merupakan
bahan-bahan pembentuk Jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh dan
mempertahankan jaringan yang telah ada.
Kita memperoleh
protein dari hewan dan tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut
protein hewani sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati.
Protein ini mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH dan pelarut organik. Didalam
setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting. Pada
sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air.
Kekurangan protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai berbagai proses
dalam tubuh dan menurunkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit.
Protein
terdapat pada semua sel hidup, kira-kira 50 persen dari berat keringnya dan
berfungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis, hormon, sumber energi,
penyangga racun, pengatur pH, dan bahkan sebagai pembawa sifat turunan dari
generasi ke generasi.
Protein memiliki
molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000 sampai jutaan.
Protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan
karbohidrat dan lemak. Adapun makanan sebagai sumber protein adalah daging,
telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah-buahan.
Protein akan menghasilkan asam-asam amino akibat hidrolisis oleh asam atau
enzim.
Berdasarkan
uraian tersebut maka kita perlu melakukan praktikum untuk mengetahui kadar
protein yang ada pada beberapa sampel seperti ikan, telur, tahu, dan tempe,
sehingga diharapkan kita dapat mengetahui sampel mana yang sangat berguna bagi
manusia dalam hal sumbangsih proteinnya. Adapun praktikum yang akan dilakukan
ini berjudul “Protein dan Asam Amino”.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang dapat diangkat pada praktikum ini yaitu:
1.
Bagaiman
cara mengetahui sifat kelarutan dan denaturasi yang berkaitan dengan protein
albumin.
2.
Bagaimana
cara mengetahui prinsip pengukuran kadar protein sampel dengan metode Biuret.
3.
Berapa kadar protein dalam sampel (ikan,
telur, tahu, dan tempe).
C. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:
1.
Tujuan
percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kelarutan dan denaturasi yang
berkaitan dengan protein albumin.
- Untuk mengetahui prinsip pengukuran kadar protein sampel dengan metode Biuret
- Untuk mengetahui kadar protein dalam sampel (ikan, telur, tahu, dan tempe)
D. Manfaat
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui sifat kelarutan dan
denaturasi yang berkaitan dengan protein albumin.
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui prinsip pengukuran kadar protein sampel dengan metode Biuret
3.
Mahasiswa
dapat mengetahui kadar protein dalam sampel (ikan, telur, tahu, dan tempe)
BAB II
TEORI PENDUKUNG
A. Asam Amino
Pemecahan protein dalam metabolisme tidak secara khusus
menghasilkan zat pembawa energi, meskipun asam amino menghasilkan energi ketika
mereka dipecah. Asam amino penting sebagai
metabolit yang dapat digunakan oleh organisme dalam proses anabolik untuk
membangun protein sendiri. Energi untuk proses ini berasal dari katabolisme karbohidrat
(Salazar, 2016).
Banyak asam amino biologis aktif dalam organisme itu sendiri (seperti glutamat atau glisin) atau dengan
perubahan kecil struktural (seperti serotonin monoamine, yang terbentuk dari
triptofan, dan katekolamin, yang berasal dari tirosin) atau asam amino Umum
struktur peptida (rantai asam amino
kecil). Mereka aktif sebagai neurotransmitter dalam jaringan saraf, di mana
mereka terhubung sel saraf fungsional dengan mengirimkan impuls listrik kimia
dari akson ke reseptor pada akson atau sel tubuh dari sel berikutnya. Beberapa
memiliki fungsi penting sebagai garam empedu (glisin dalam asam glikokolat),
dalam reaksi metilasi (metionin), atau peradangan (histamin dari histidin).
Tiroksin merupakan turunan dari tirosin, dan fungsi sebagai zat hormonal
penting bagi laju metabolisme. Oksitosin, vasopressin dan insulin adalah hormon
peptida, yang efek kontraksi otot polos di rahim, kontraksi otot polos dalam
pembuluh darah, dan metabolisme karbohidrat masing-masing. Banyak dari senyawa
ini juga dikenal untuk mempengaruhi kesadaran. Serotonin andhistamine
dibebaskan dari sengatan lebah memicu sensasi yang kuat dari nyeri serta
localinflammation. Skizofrenia kita menemukan tingkat peningkatan serotonin dan
katekolamin, termasuk dopamin. Dalam depresi endogen, kurangnya serotonin dan
katekolamin metabolisme ditemukan. Efek merangsang kopi pada kesadaran karena
pengaruhnya merangsang metabolisme monoamine. Stimulan kesadaran seperti kokain
dan LSD meniru aksi sistem saraf pusat katekolamin dan serotonin masing-masing.
Laju metabolisme monoamine bervariasi dengan irama tidur dan bangun dalam
organisme yang sehat (Tellingen,
2001).
B. Protein
Protein dibangun
dari asam amino yang bergabung melalui ikatan peptida antara karboksil dan
amino (dan imino dalam kasus prolin) kelompok asam amino berikutnya. Rantai polipeptida ini dilipat ke dalam struktur tiga
dimensi untuk membentuk protein. Struktur primer atau urutan asam amino dalam
protein adalah pra-ditentukan dalam kode genetik. Dua puluh asam amino alami
yang disebut asam amino proteinogenic yang membangun protein dalam organisme
hidup. Dengan beberapa pengecualian, hanya L-isomer yang dimasukkan ke dalam
protein
(EFSA, 2012).
Protein adalah makromolekul polimer terbuat dari blok
bangunan asam amino yang diatur dalam rantai linear dan bergabung bersama oleh
ikatan peptida. Struktur primer biasanya diwakili oleh urutan huruf alfabet,
ada 20 huruf terkait dengan 20
asam amino alami. Protein penyusun komponen utama dan molekul fungsional sel, dengan hampir 20% dari berat sel eukariotik
yang memiliki kontribusi
terbesar setelah air (70%). Salah satu masalah yang paling penting dalam biologi
komputasi modern adalah memprediksi struktur protein. Oleh karena itu menjadi semakin penting untuk
memprediksi struktur protein dari urutan asam amino, dengan menggunakan wawasan
yang diperoleh dari struktur sekunder sudah dikenal.Struktur
ditentukan oleh urutan kelompok masing-masing asam amino ke dalam elemen struktur
sekunder yang sesuai (misalnya, alpha, beta, atau gamma)
(Falvo, 2015).
1. Struktur Protein
a. Struktur Primer
Struktur primer merupakan struktur yang sederhana
dengan urutan-urutan asam amino yang tersusun secara linear yang mirip seperti
tatanan huruf dalam sebuah kata dan tidak terjadi percabangan rantai. Struktur
primer terbentuk melalui ikatan antara gugus α–amino dengan gugus α–karboksil.
Ikatan tersebut dinamakan ikatan peptida atau ikatan amida. Struktur ini dapat
menentukan urutan suatu asam amino dari suatu polipeptida
b. Struktur Sekunder
Alpha helix dapat dianggap komponen utama untuk struktur sekunder. Meskipun energi potensial tidak
serendah untuk partikel beta, pembentukan ikatan H adalah intra-strand, sehingga ada keuntungan entropis bagi
partikel beta, di mana ikatan
H harus terbentuk dari struktur sekunder, dengan segmen untai yang mungkin cukup jauh di urutan
polipeptida. Dua jenis utama dari struktur sekunder,
alpha helix dan untai beta, yang diusulkan pada tahun 1951 oleh Linus Pauling dan rekan kerja. Struktur sekunder didefinisikan oleh pola ikatan hidrogen antara kelompok peptida utama rantai.
alpha helix dan untai beta, yang diusulkan pada tahun 1951 oleh Linus Pauling dan rekan kerja. Struktur sekunder didefinisikan oleh pola ikatan hidrogen antara kelompok peptida utama rantai.
c. Struktur
Tersier
Interaksi hidrofobik lipat didorong oleh non-spesifik
(penguburan residu hidrofobik dari air), tetapi struktur yang stabil hanya
ketika bagian dari domain protein terkunci pada tempatnya oleh interaksi
tersier tertentu, seperti jembatan garam, ikatan hidrogen , dan kemasan ketat
rantai samping dan ikatan disulfida. Obligasi disulfida sangat langka dalam
protein sitosolik, karena sitosol umumnya lingkungan
mengurangi.
d. Struktur Kuarter
Struktur kuartener protein dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai teknik
eksperimental yang memerlukan sampel protein dalam berbagai kondisi
eksperimental. Percobaan sering memberikan perkiraan massa protein asli dan,
bersama-sama dengan pengetahuan tentang massa dan/atau stoikiometri dari
subunit, memungkinkan struktur kuaterner untuk diprediksi dengan akurasi yang
diberikan. Hal ini tidak selalu mungkin mendapatkan penentuan tepat komposisi
subunit untuk berbagai alasan. Subunit sering berhubungan satu sama lain dengan
operasi simetri, seperti sumbu 2 kali lipat dalam dimer. Multimers terdiri dari
subunit identik disebut dengan awalan "homo" (misalnya homotetramer )
dan terdiri dari subunit yang berbeda disebut dengan awalan "hetero-"
(misalnya heterotetramer, seperti dua alpha dan dua rantai beta hemoglobin)
(Tellingen, 2001).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 16 april 2016 pukul
8.00-12.00 WITA di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo.
B.
Desain Praktikum
Desain praktikum yang dilakukan adalah praktikum
eksperimen laboratorik dengan menggunakan telur dan tahu sebagai objek
praktikum. Praktikum ini menggunakan telur dan tahu sebgai objek praktikum.
Praktikum ini menggunakan metode analisis kualitatif yaitu uji pendahuluan
dengan pereaksi millon, pereaksi ninhidrin, pereaksi biuret dan pereaksi
xantoprotein. Serta analisis kuantitatif
dengan metode spektofotometer.
C.
Populasi
dan Sampel
Populasi
praktikum ini yaitu semua bahan yang mengandung protein yang ada di kota
kendari dan yang menjadi sampel yaitu telur, ikan, tahu dan tempe.
D.
Alat
dan Bahan
Peralatan
yang digunakan pada praktikum ini adalah rak tabung dan tabung reaksi 6 buah,
gelas kimia 250 mL, 500 mL, dan 1000 mL masing-masing 1 buah, labu takar 100
mL, 50 mL masing-masing 1 buah, filler 1 buah, pipet volume 25 mL 1 buah,
corong kaca 1 buah, kertas saring, mortal, timbangan, dan pipet tetes.
Bahan-bahan
yang digunakan pada praktikum ini yaitu protein albumin 0.0004 gram, asam
asetat 1 M, NaOH 0.1 M, HCl 0.1 M, Buffer Asetat, pH = 4, ammonium sulfat, etil
alkohol 95 %, CuSO4 0.5 %, reagen biuret, reagen millon, reagen
ninhidrin, NaNO2 1 %, sampel telur, sampel ikan, sampel tahu, dan
sampel tempe.
E.
Prosedur
Kerja
1.
Uji
Sifat-Sifat Protein
a.
Pengendapan Dengan Garam
Menjenuhkan 10 mL larutan
protein dengan amonium sulfat. Untuk pekerjaan ini yang harus dilakukan :
pertama menambahkan sedikit dari garam tersebut. Aduk hingga larut kemudian
ditambahkan sedikit amonium sulfat dan diaduk secara terus menerus sehingga
sedikit garam tertinggal (tidak larut) apabila larutan telah jenuh, kemudian
saring. Diuji kelarutan dari endapan di dalam air dan uji endapan dengan reagen
Millon, sedangkan filtratnya dengan uji Biuret.
b.
Uji Koagulasi
Ditambahkan 2 tetes asam
asetat 1 M kedalam 5 ml. Larutan protein diletakkan tabung reaksi dalam air
mendidih selama 5 menit. Kemudian diambil endapan dengan batang pengaduk.
terakhir diuji kelarutan endapan di dalam air dan uji endapan dengan reagen
Millon.
c.
Pengendapan dengan Alkohol
Diambil 3 tabung reaksi, masing
masing diisi dengan 5 mL larutan albumin,kemudian Tabung pertama diisi dengan
HCl 0.1 M 1 mL, tabung kedua diisi dengan NaOH 0.1 M 1 mL, dan tabung ketiga
diisi Buffer asetat pH = 4 sebanyak 1 mL, lalu dimasukkan 65 mL etil alkohol 95
% disetiap tabung, dan terakhir diamati tabung mana yang menunjukka protein
tidak larut.
d.
Denaturasi Protein
Diambil
3 tabung dan dimasukkan larutan albumin 5 mL kedalam masing-masing tabung, lalu
ditambahkan HCl 0.1 M 1 mL kedalam tabung pertama, pada tabung dua ditambahkan NaOH
0.1 M 1 mL, dan pada tabung 3 disi dengan buffer asetat pH =4 sebanyak 1 mL, kemudian ketiga tabung
dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit lalu didinginkan pada suhu kamar,
kemudian diamati tabung mana yang mengendap, terakhir ditambahkan 10 mL buffer
asetat pada tabung 1 dan 2 dan dituliskan hasilnya.
2.
Penentuan Kadar Protein dalam Sampel dengan Metode Biuret
Dipipet ke dalam tabung reaksi 1 ml
larutan protein yang mengandung 1-10 mg/mL protein, lalu ditambahkan 4 mL
larutan reagen biuret lalu dikocok dan didiamkan selama 30 menit pada suhu
kamar, kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang 540 nm. Adapun sampel
yang digunakan yaitu sampel telur, tahu, tempe, dan
ikan, dan terakhir ditentukan panjang gelombang maksimum.
3. Uji Warna Protein
a. Uji Biuret
Diambil
3 ml sampel larutan protein ditambah 1 ml NaOH 40%. Ditambahkan bertetes-tetes
larutan CuSO4 0,5% sehingga terjadi warna merah muda atau ungu.
Intensitas warna menunjukkan jumlah ikatan peptide dalam sampel.
b. Uji Ninhidrin
Diatur
pH dari larutan protein 0,5% sampai pH 7. Diambil 1 ml larutan dan ditambahkan
10 tetes larutan Ninhidrin 0,2%. Dipanaskan campuran pada suhu 100oC
selama 10 menit. Diamati perubahan warna yang terjadi.
c. Uji Millon
Diambil
2 ml larutan protein ditambah 1 ml pereaksi merkurisulfat. Dipanaskan campuran,
mungkin terjadi endapan kuning. Didiinginkan dengan air lalu tambahkan 1 tetes
larutan NaNO2 1%. Dipanaskan lagi endapan atau larutannya menjadi
merah.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
1.
Uji
Sifat-Sifat Protein
a. Uji Pengendapan dengan Garam
Tabel 1. Uji
pengendapan dengan garam
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
|
10 mL larutan
protein albumin + sedikit garam, diaduk hingga larut + ammonium
sulfat, aduk terus menerus hingga jenuh dan terdapat endapan garam
Endapan
diuji:
-
Kelarutannya
-
Uji dengan reagen millon
|
Larut
Putih
pucat biru muda
|
b. Uji Koagulasi
Tabel 2. Uji
Koagulasi
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
5 mL larutan
protein kedalam tabung reaksi (putih telur)
|
|
2.
|
Ditambahkan 2
tetes asam asetat 1 M
|
|
3.
|
Diletakkan
dalam air mendidih selama 5 menit
|
Terbentuk Endapan putih
|
4.
|
Diambil endapan
dengan batang pengaduk
|
|
5.
|
Diuji endapan
a.
Kelarutan didalam air
b.
Uji dengan reagen millon
|
Tidak larut dalam air
Tidak ada perubahan
|
c. Uji Pengendapan dengan Alkohol
Tabel 3. Uji
pengendapan dengan alkohol
Tabung
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Tabung 1: 5 mL
albumin + HCl 0.1 M 1 mL + 65 mL etil alkohol 95 %
|
Panas
Terbentuk
dua lapisan atas putih, bawah bening
Protein tidak larut
|
2.
|
Tabung 2: 5 mL
laruatn albumin + 1 mL NaOH 0,1 M + 6 mL etil alcohol 95 %
|
Panas
Terbentuk
dua lapisan atas putih, bawah bening
Protein tidak larut
|
3.
|
5 mL laruatn
albumin + 1 mL Buffer Asetat pH = 4 + 6 mL etil alcohol 96 %
|
Larutan
tidak larut
Protein larut
|
d. Uji Denaturasi
Tabel 4. Uji
Denaturasi
Tabung
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
+ 10 mL Buffer
pH = 4
|
||
1.
|
5 mL larutan albumin +
1
mL HCl 0,1 M
|
Terbentuk 2 lapisan, atas= bening,
bawah=putih
|
2.
|
5 mL larutan albumin +
1
mL NaOH 0,1 M
|
Terbentuk 3 lapisan, atas=bening,
tengah= endapan kuning, dan bawah=endapan putih
|
3.
|
5 mL larutan albumin +
1
mL Buffer asetat pH = 4
|
Endapan putih
|
2. Penentuan Kadar Protein dalam
Sampel dengan Metode Biuret
Tabel 5.
Pembuatan Larutan Standar
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
|
Larutan
standar 6 ppm = 3 x 10-4 gran protein albumin dan diencerkan pada
labu takar 50 mL
Larutan
standar 8 ppm = 4 x 10-4 gram protein albumin dan diencerkan pada
labu takar 50 mL
Larutan
standar 10 ppm = 5 x 10-4 gram larutan albumin dan diencerkan pada
labu takar 50 mL
|
Larutan
Bening
Larutan
Bening
Larutan
Bening
|
3. Uji Warna Protein
a. Putih Telur
Tabel 6. Uji
Protein dengan Sampel Putih Telur
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Uji Biuret: 3
mL larutan Protein + 1 mL NaOH 40 % + beberapa tetes CuSO4 0.4 %
|
Ungu tua
|
2.
|
Uji Ninhidrin:
Protein 0.5 % pH=&: 1 mL larutan protein + 10 mL larutan ninhidrin 0.2 %
dipanaskan pada suhu 100o selama 10menit
|
Ungu muda
|
3.
|
Uji Millon: 2
mL larutan protein + 1 mL pereaksi merkurisulfat dipanaskan, didinginkan
dengan air
|
Kuning
|
b. Ikan
Tabel 7. Uji
Protein dengan Sampel Ikan
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Uji Biuret: 3
mL larutan Protein + 1 mL NaOH 40 % + beberapa tetes CuSO4 0.4 %
|
Ungu
muda
|
2.
|
Uji Ninhidrin:
Protein 0.5 % pH=&: 1 mL larutan protein + 10 mL larutan ninhidrin 0.2 %
dipanaskan pada suhu 100o selama 10 menit
|
Kuning
|
3.
|
Uji Millon: 2
mL larutan protein + 1 mL pereaksi merkurisulfat dipanaskan, didinginkan
dengan air
|
Benung
|
c. Tempe
Tabel 8. Uji
Protein dengan Sampel Tempe
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Uji Biuret: 3
mL larutan Protein + 1 mL NaOH 40 % + beberapa tetes CuSO4 0.4 %
|
Ungu Muda
|
2.
|
Uji Ninhidrin:
Protein 0.5 % pH=&: 1 mL larutan protein + 10 mL larutan ninhidrin 0.2 %
dipanaskan pada suhu 100o selama 10 menit
|
Ungu
|
3.
|
Uji Millon: 2
mL larutan protein + 1 mL pereaksi merkurisulfat dipanaskan, didinginkan
dengan air
|
Bening
|
d. Tahu
Tabel 9. Uji
Protein dengan Sampel Tahu
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Uji Biuret:
3
mL larutan Protein + 1 mL NaOH 40 % + beberapa tetes CuSO4 0.4 %
|
Ungu
Muda
|
2.
|
Uji Ninhidrin:
Protein
0.5 % pH=&: 1 mL larutan protein + 10 mL larutan ninhidrin 0.2 %
dipanaskan pada suhu 100o selama 10 menit
|
Kuning
Pucat
|
3.
|
Uji Millon:
2
mL larutan protein + 1 mL pereaksi merkurisulfat dipanaskan, didinginkan
dengan air
|
Bening
|
B.
Analisis
Data
Tabel 10.
Penentuan Kadar Protein dalam sampel dengan Metode Biuret
Λ (nm)
|
Sampel
|
Absorbansi
|
540
|
Telur
|
0.196
|
540
|
Tempe
|
0.089
|
540
|
Ikan
|
0.052
|
540
|
Tahu
|
0.081
|
540
|
Sampel
|
0.327
|
Grafik 1. Grafik Penentuan Kadar
Protein dalam Sampel (ikam, tahu, tamped an telur).
Dik
: persamaan regresi y = ax ± b
y
= 0.029x + 0.028
R = 0.0970
C. Pembahasan
Protein berasal
dari kata protos atau proteos yang artinya pertama atau utama. Jadi protein
adalah komponen penting atau komponen utama dari sel hewan dan manusia. Protein
dalam tubuh berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan
tubuh.
Protein
merupakan makromolekul terbanyak yang banyak dijumpai dalam sel hidup, dapat
diisolasi dari seluruh sel dan bagian sel. Disamping itu protein adalah
makromolekul yang berbobot molekul tinggi yang tersusun dari sejumlah asam-asam
amino yang diikat oleh ikatan peptide. Dimana ikatan peptida merupakan ikatan
antara gugus karboksil dari gugus amino yang satu dengan asam amino yang
lainnya.
Kita memperoleh
protein dari hewan dan tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut
protein hewani sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati.
Protein ini mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH dan pelarut organik.
Protein adalah
suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari
5000 hingga lebih dari satu juta. Protein memiliki sifat yang berbeda-beda, ada
protein yang mudah larut dalam air tetapi ada juga yang sukar larut dalam air.
Contoh protein yang dapat larut dengan air dan mudah bereaksi yaitu protein yang
ada pada bagian putih telur.
Pada praktikum
yang berjudul Asam Amino dan Protein ini dilakukan untuk menganalisis kadar
protein dalam sampel, dan digunakan beberapa uji, yaitu uji penegendapan dengan
garam, uji koagulasi, uji denaturasi dan uji warna protein dan pengendapan
dengan alkohol. Adapun sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan,
tahu, tempe dan putih telur.
Uji pengendapan
dengan garam, larutan protein tersebut diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan
dengan ammonium sulfat. Penambahan ammonium sulfat ini berfungsi untuk
mengendapkan protein hingga jenuh dimana endapannya akan disaring sehingga
terbentuk dua bagian yaitu filtrat dan residu (endapan). Filtrat ini diuji lagi
dengan menggunakan reagen biuret untuk mengidentifikasi adanya protein dalam
filtrat hingga menghasilkan warna ungu yang berarti dalam filtrat tersebut
masih mengandung garam yang tidak mengendap. Sedangkan untuk residunya diuji
dengan menggunakan aquades untuk melarutkan endapan tersebut sehingga diperoleh
larutan keruh. Endapan yang dibentuk diuji kelarutan dalam air, dan beberapa
saat kemudian endapan protein larut semua dalam air. Hal ini disebabkan karena
pengendapan dengan penambahan ammonium sulfat menyebabkan terjadi dehidrasi
protein (kehilangan air). Akibat proses dehidrasi ini molekul protein yang
mempunyai kelarutan paling kecil akan mudah mengendap. Protein yang diendapkan
dengan cara ini tidak mengalami perubahan kimia sehingga dapat dengan mudah
dilarutkan kembali melalui penambahan air. Lain halnya dengan pengujian endapan
dengan uji biuret dimana filtrate yang dihasilkan ditetesi dengan pereaksi
biuret menunjukan pereaksi positif yang ditandai dengan terbentuknya ungu
violet.
Pada uji
koagulasi, larutan protein ditambahkan dengan asam asetat 1 M yang bertujuan
untuk mengendapkan larutan protein albumin sehingga bisa terkoagulasi. Dimana
koagulasi adalah suatu penggumpalan protein akibat adanya panas sehingga pada
saat larutan yang menggumpal dipanaskan maka gumpalannya semakin banyak.
Gumpalan tersebut diuji dengan menggunakan aquades dengan tujuan untuk
mengetahui endapan dapat larut dalam air. Pada saat uji kelarutan dalam air,
endapan tidak larut dalam air hal ini dapat dikatakan bahwa protein yang
digunakan sudah mengalami denaturasi yaitu perubahan sifat fisik akibat
penambahan asam dan pemanasan sehingga struktur dari protein berubah dari
bentuk heliks menjadi memanjang. Hal ini disebabkan rusaknya ikatan hydrogen
dan ikatan non polar pada struktur berlipat dari protein. Sedangkan filtratnya
diuji dengan pereaksi biuret sehingga membentuk warna yang disebabkan senyawa
kompleks.
Pada pengendapan
dengan alkohol, hal ini dilakukan dengan tujuan melarutkan protein karena
protein hanya dapat larut pada pelarut organik seperti alkohol, eter, benzena,
dsb. Pada perlakuan ini dilakukan penambahan HCl, NaOH dan buffer asetat. Langkah yang pertama dilakukan
adalah larutan albumin ditambahkan dengan HCl. Fungsi penambahan HCl yaitu
untuk membentuk ion positif pada protein
sehingga akan terbentuk gumpalan putih. HCl ini menyebabkan protein berada
dibawah titik isoelektrik yang diakibatkan pH-nya menurun dan membuat sifat
protein ini sebagai basa. Hal ini disebabkan perbandingan asam terhadap basa
konjugasinya tidak berubah cepat dibagian ini pada kurva titrasi yang disebut
daerah buffer (penyangga). Ketika dilakukan lagi penambahan etanol gumpalan
putih tersebut semakin banyak, hal ini disebabkan karena etanol berfungsi untuk
mengendapkan protein sehingga akan
terbentuk dua lapisan dimana pada lapisan atas berbentuk gumpalan putih dan
lapisan bawah larutan bening. Pada penambahan NaOH dengan tujuan untuk
membentuk ion negatif sehingga muatan dalam protein seimbang dan protein dapat
mencapai titik isoelektrik. Titik isoelektrik adalah titik dimana terdapat
keseimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan
kation. Setelah dilakukan penambahan NaOH, juga dilakukan penambahan etanol
dengan tujuan agar protein dapat mengendap hingga terbentuk dua lapisan yaitu
lapisan atas terbentuk gumpalan putih dan pada lapisan bawah larutan bening.
Sedangkan pada penambahan buffer asetat pH 4 menghasilkan gumpalan putih.
Tujuan dari penambahan buffer asetat pH 4 ini yaitu untuk mencapai pH
isoelektrik sehingga menyebabkan albumin terdenaturasi. Untuk mengendapkan
protein maka dilakukan penambahan etanol sehingga
terbentuk dua lapisan yaitu pada lapisan bawah larutan keruh dan pada lapisan
atas terbentuk gumpalan putih yang banyak.
Dari ketiga perlakuan diatas pada penambahan HCl dan buffer pH 4 menunjukkan
bahwa protein tidak larut yang ditandai dengan gumpalannya semakin banyak.
Pada denaturasi
protein dimana denaturasi protein disebabkan oleh beberapa factor misalnya
tekanan tinggi, pH, suhu, pengaruh perubahan kimia dan sebagainya juga
termaksud pada pemanasan seperti pada perlakuan terakhir.
Pada perlakuan
yang terakhir yaitu denaturasi protein. Denaturasi adalah suatu keadaan telah
terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan
lipatan molekul tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam
amino dan struktur primer protein. Pada percobaan ini, denaturasi protein ini
disebabkan karena pemanasan dan pH buffer yang digunakan. Dimana setelah
penambahan buffer dalam pH yang berbeda maka larutan protein larut, namun untuk
protein yang dicampur dengan HCl larutannya agak keruh. Pada perlakuan ini
dibagi 3 tabung, pada tabung 1 larutan albumin ditambahkan dengan HCl dengan
tujuan untuk membentuk ion positif sehingga ion-ion tersebut akan bereaksi dengan
sebagian protein dan menyebabkan terjadinya penggumpalan atau koagulasi. Dengan
demikian protein tersebut akan mengalami perubahan posisi. Setelah itu campuran
tersebut dipanaskan dengan tujuan agar terjadi penggumpalan pada campuran
tersebut karena penggumpalan protein biasanya didahului oleh proses denaturasi
yang berlangsung pada titik isoelektrik sehingga diperoleh endapan putih
memadat. Dan pada campuran didinginkan endapan putih tersebut mencair,
sedangkan pada penambahan buffer asetat pH 4 endapan putih memadat kembali
karena tujuan penambahan buffer asetat yaitu untuk mencapai titik isoelektrik
sehingga protein dapat terdenaturasi. Begitu pula dengan tabung satu dan tabung
dua.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Adapun simpulan
dari percobaan ini adalah :
1.
Secara umum
protein larut dalam air dan dapat terendapkan dengan garam akibat koagulasi dan
penambahan alkohol.
2.
Uji sifat ionik
asam amino bila ditambahkan asam membuat sifat protein bertindak sebagai basa
dan bila ditambahkan basa maka hasilnya sifat protein bertindak sebagai asam.
3.
Denaturasi
adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup
perubahan bentuk dan lipatan molekul tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan
lipatan antar asam amino dan struktur primer protein.
B. Saran
Saran yang dapat saya
kemukakan pada praktikum ini yaitu saat praktikum berlangsung, diharapkan
setiap asisten stand by dilaboratorium agar praktikan bisa bertanya pada
asisten jika ada yang belum dimengerti.
DAFTAR PUSTAKA
Adugna,
Solomon dkk. (2004). Medical Biochemistry.
Adis Ababa: Ethiophia Public Health Training Initiatifi
EFSA Panel on Dietetic
Products, Nutrition and Allergies (NDA) . (2012). Scientific Opinion on Dietary Reference
Values for protein1. European Food
Safety Authory (EFSA) Journal.10 (2):2557
Falvo, Michael J., Hoffman Jay R. (2004). Protein – Which Is Best?. Journal of Sports Science and Medicine 3: 118-130
Salazar, Andrew., Michael Keusgen., Jörg von Hagen. (2016). Amino Acids
In The Cultivation Of Mammalian Cells. Amino
Acids Journal. 48:1161–1171.
DOI 10.1007
Tellingen, Christa Van. (2001). Biochemistry. Amsterdam: Louis Bolk
Instituut
Komentar
Posting Komentar